Cerita Nikah Muda – Setiap pasangan punya cerita masing-masing gimana mereka yang awalnya orang asing satu sama lain, seiring waktu tiba-tiba jadi jatuh cinta. Ada pepatah dari mata turun kehati, kalau kata quotes dari tanah jawadwipa “Witing tresno jalaran soko kulino”, rasa suka yang tumbuh karena sering bertemu. Dirasakan atau tidak, kenyataannya hal-hal seperti itu memang terjadi disekitar kita. Yang awalnya cuma teman biasa ternyata berkembang menjadi sesuatu yang istimewa.
[Hello, Friendly reminder: postingan ini tidak dimaksudkan untuk mengiklankan nikah muda, atau membujukmu melakukan hal yang sama dengan yang aku lakukan. Hanya sharing tentang bagaimana perjalananku menikah. I hope you can take it wisely ^^]
Berawal dari profesiku di bidang farmasi yang membuatku wajib berinteraksi dengan banyak orang setiap hari. Mulai dari pasien yang datang menebus obat, dokter yang menulis resep, sesama praktisi kesehatan, orang-orang dari pabrik obat, dan masih banyak lagi. Singkat kata, setiap hari selalu ada orang baru yang kutemui.
Siapa yang tau kamu bakalan nikah muda?
Gak ada yang tau. Gak pernah ada orang yang bisa menduga.
Yup, yang namanya rahasia Tuhan emang mantab bana...
Gak ada yang tau. Gak pernah ada orang yang bisa menduga.
Yup, yang namanya rahasia Tuhan emang mantab bana...
Mau beli minyak bulus? sumber |
Lika-liku Menikah Muda
Aku dan dia memiliki banyak perbedaan. Kalau dari segi usia mungkin cuma terpaut 5 tahun, tapi di luar itu, sebenarnya kami berdua punya banyak sekali hal yang bertolak belakang. Salah satunya mungkin adalah dia populer, sedangkan aku cupu dan nerd.
Jadi, awal menikah ada banyak pertanyaan dari orang sekitar. Iya, pertanyaan seputar darimana sebenarnya pasutri gaje ini bisa ketemu. Bukannya sok atau apa ya, sebenarnya pertanyaan semacam ini membuatku sempat inferior parah. Pikiran aneh seperti "am I not good enough to be his partner?" sering melintas dikepalaku, bahkan sempat sampai membuat kami bertengkar. Malu sih bilang ini, tapi aku yang bikin masalah.
Nah, tulisan ini adalah curhatku sebagai pasutri nikah muda.
Let the story begin…
Selepas lulus dari salah satu SMK
Kesehatan, aku (yang saat itu) ingin melanjutkan ke jenjang berikutnya alias
Apoteker mendapatkan syarat dari mamake. Katanya, beliau mau melihat progresku
dulu gimana selama satu tahun, kalau memuaskan, baru beliau ngasih izin buat kuliah keluar (ke Pulau Jawa).
FYI, Universitas yang menjadi
impianku dulu adalah UAD di Yogyakarta, aku sebelumnya sudah konsultasi dengan salah satu guru dan sepertinya nilaiku mencukupi standar masuk sana, tapi berhubung banyak faktor, maka target tujuan berikutnya adalah UMS.
Dan gak main-main, riset standar
nilai masuk, tanggal perkiraan pendaftaran masuk gelombang I, gelombang II dan
gelombang asmara, gimana jenis soalnya, tips serta trik dari kakak-kakak senior di SMK pun kupelajari. Bahkan perkiraan biaya hidup sampai mau ngekos
dimana sudah aku tulis dicatatan khusus. Semua data kuperoleh dari hasil browsing
serta informasi dari teman-teman yang sudah lebih dulu kuliah disana.
Some kind of ambisius?
Pokoknya saat itu kuakui diriku on
fire. Darah muda bergejolak, ibarat kata tuh mungkin sudah macam Cat Women lagi
PMS, protes dikit sama cita-citaku bakalan kucakarin tuh orang. Hehe....
Tapi sayang seribu sayang, sesudah ‘diaudisi’ mama, beliau tetap nggak memberi restu. Beliau bilang disini aja, di Kalimantan untuk menemani beliau. Mama nggak mau aku pergi kuliah jauh-jauh sampai ke tanah Jawa sana.
Tapi sayang seribu sayang, sesudah ‘diaudisi’ mama, beliau tetap nggak memberi restu. Beliau bilang disini aja, di Kalimantan untuk menemani beliau. Mama nggak mau aku pergi kuliah jauh-jauh sampai ke tanah Jawa sana.
[ ...Or simply, my mom worried how can her stupid
girl will survive this cruel world?]
Dan aku saat itu berusaha menerima, Manut dengan orang tua adalah kewajiban dasar seorang anak. Meskipun jujur, sedih. Namanya juga impian, ada yang kesampaian dan ada juga yang nggak.
Dan aku saat itu berusaha menerima, Manut dengan orang tua adalah kewajiban dasar seorang anak. Meskipun jujur, sedih. Namanya juga impian, ada yang kesampaian dan ada juga yang nggak.
Bahkan Benzitta pun bisa menangis. sumber |
“Yakinlah, ada sesuatu yang menantimu setelah banyak kesabaran (yang kau jalani), yang akan membuatmu terpana hingga kau lupa betapa pedihnya rasa sakit. -Ali bin Abi Thalib-".
Yup, karena hal sepele seperti gagal kuliah di universitas impian itu, siapa yang menyangka (bahkan aku
sendiri nggak pernah kepikiran) kalau disinilah aku akan bertemu dengan teman hidup. Sesudah kekecewaan yang kualami,
aku mulai menata diri kembali dan ternyata nggak begitu sulit. Aku bisa menerima keputusan mama, tapi kuliah tetap menjadi tujuanku, dimanapun tempatnya.
Untuk itu, akupun mencoba mencari informasi tentang kampus yang bisa jadi alternatif tempat kuliah farmasi di Banjarmasin melalui internet, dan sesudah menimbang plus minus, fix akhirnya akupun mendaftar di salah satu Akademi di Banjarmasin.
Untuk itu, akupun mencoba mencari informasi tentang kampus yang bisa jadi alternatif tempat kuliah farmasi di Banjarmasin melalui internet, dan sesudah menimbang plus minus, fix akhirnya akupun mendaftar di salah satu Akademi di Banjarmasin.
Hari pendaftaran tiba, sesudah
meminta restu mama dan pamit pada orang-orang di rumah, aku berangkat ke
Banjarmasin seorang diri, dengan satu niat bulat, yaitu: KULIAH. Aku berangkat subuh hari karena ternyata jadwalku masuk kerja hari itu di shift
malam, jadi aku harus datang kembali sebelum jam 6 sore.
Berangkat dengan menggunakan taksi colt, sesampainya di Banjarmasin, aku langsung menuju kampus untuk daftar dan mengurus segalanya yang perlu diurus. Perjalanan bolak-balik memakan waktu 6 jam, jadi aku benar-benar mengurus berkas dengan efektif dan tidak boleh jalan-jalan selama di Banjarmasin. Hanya di kampus saja, dan setelah selesai aku harus segera pulang.
Berangkat dengan menggunakan taksi colt, sesampainya di Banjarmasin, aku langsung menuju kampus untuk daftar dan mengurus segalanya yang perlu diurus. Perjalanan bolak-balik memakan waktu 6 jam, jadi aku benar-benar mengurus berkas dengan efektif dan tidak boleh jalan-jalan selama di Banjarmasin. Hanya di kampus saja, dan setelah selesai aku harus segera pulang.
"Bismillah, semoga lulus!" do'aku saat itu. Mengambil jalur ekstensi emang gak begitu mudah karena lumayan banyak peminatnya. Tapi Alhamdulillah, namanya rezeki ada di kampus sini ya ternyata aku lulus.
Lulus test masuk kuliah sumber |
Saatnya pulang…
Taksi yang kutumpangi berhenti tepat
di depan tempat kerja. Aku langsung membayar biaya perjalanan pada pak supir dan berlarian a la sprinter karena jam
sudah menunjukkan jam 6:30 dan adzan maghrib bahkan sudah berkumandang di salah
satu mesjid dekat sini.
“Bang, maaf telat. Ini tadi baru datang dari Banjar”
“Iya gapapa, cepet masuk”
Well, partner kerja hari ini lumayan
kooperatif, raut wajahnya saat aku telat datar-datar aja. Padahal telat setengah jam coba, kurang parah apalagi. Oh iya, kalian harus tahu,
dia orang paling sangar disini, orangnya suka mengeluarkan kata-kata sepedas
Bon Cabe level 15 dipadukan Basreng Maicih. Tapi hari ini matanya teduh,
seteduh Sirup Marjan Cocopandan di tengah bulan Ramadhan. Ada apa ini?
Tak sempat memikirkan itu, aku harus segera bekerja seperti
biasa, dan malam itu entah kenapa dengan pembeli yang tidak seperti biasanya. Buanyak macam orang jualan
pisang goreng. Kami kewalahan, apalagi aku yang siangnya sudah terkuras
perjalanan bolak-balik Rantau-Banjarmasin dan ngurusin ini-itu soal kuliah. Ahm, Hulk juga
bisa ngidam bantal kalo kaya gini mah. hahaha
Sampai jam menunjukkan pukul 9:25, para pembeli masih berdatangan dengan tiada ampun, kami mulai klenger. Sampai
akhirnya pasien mulai sepi dan senior di tempat kerja pun mulai ngomong...
“tutup yok, sudah malam”
Akhirnya! hahahahahha |
Alhamdulillaaaaaaah…. kata-kata yang ditunggu akhirnya keluar.
“Oke kak” jawabku (pura-pura) kalem sambil membayangkan empuknya bantal
dirumah.
Baru saja kami mulai membereskan sisa-sisa ‘peperangan’ ternyata datang sebuah mobil berplat merah, kami berdua pun beradu pandang sambil tersenyum hambar saat mengetahui siapa yang datang. Siapa emangnya? jadi yang datang ini adalah salah satu pelanggan setia kami which is… lumayan teliti dan agak bawel. hehehe. Tapi kalau kata pedagang, pembeli adalah raja, jadi pelayanannya mesti maksimal... :)
Baru saja kami mulai membereskan sisa-sisa ‘peperangan’ ternyata datang sebuah mobil berplat merah, kami berdua pun beradu pandang sambil tersenyum hambar saat mengetahui siapa yang datang. Siapa emangnya? jadi yang datang ini adalah salah satu pelanggan setia kami which is… lumayan teliti dan agak bawel. hehehe. Tapi kalau kata pedagang, pembeli adalah raja, jadi pelayanannya mesti maksimal... :)
Belum selesai transaksi sang
juragan pertama, datanglah juragan kedua. Sama-sama mengendarai mobil berplat
merah. Keduanya pun mempunyai spesifikasi yang sama.
Fix sudah, buyar khayalan buat
cepet-cepet bertemu bantal dirumah…
Akhirnya sesudah bersibuk-ria
memenuhi pesanan para agan-aganwati itu,
mobil-mobil berplat merah itupun berangkat dari parkiran apotek. Eh, pas melihat jam
tahu-tahu sudah hampir jam 10 malam. Larut malam banget ini maks, mesti
cepat pulang… Maklum, aku gak pernah pulang malam-malam diatas pukul 9 kalau gak izin duluan,
orang rumah pasti khawatir.
And here we meet…
Tiba-tiba sebuah motor mampir, seorang
lelaki ganteng berwajah teduh dan imut melepaskan helm dengan dramatis seperti
potongan film india dengan background musik suara desahan seksi.
Ok, aku lebay, sebenarnya biasa aja.
dia lepas helm, dan langsung menuju kedepan apotek.
“Ada jual obat hepatoprotektor lah?”
Ada mas, beli saja aku. aku akan
melindungi hatimu.
Becanda, bukan itu jawabannya. karena pertama, aku gak dibeli. Aku ini dilamar. Apa
pula lah ini. skip…
“Adanya cuma Curcuma tablet ka”
“ mmmm….Beli lima strip ya…”
“Nggih, xxx ribu ka”
“Makasih…”
“sama-sama”
Udah. gitu aja. Sederhana ya?
Ngomong-ngomong, sebenarnya ini bukan pertemuan
pertama kami karena dia sebelumnya udah lumayan sering mampir beli obat kesini. Tapi yah, malam itu
segalanya terasa begitu spesial. tanpa ada martabak diantara kami. Who knows, he will be father of my childrens.
(Biarin sok enggres dulu yah, supaya kewren. lol)
***
Singkat cerita, kami bertemu untuk berbicara serius. Saat itu dia bilang dia nggak mau pacaran, dia
menginginkan level yang lebih tinggi. Pernikahan. Dan dia mau langsung datang kerumah untuk melamar.
Dan karena aku bodoh, kutolak.
Aku yang saat itu masih gadis 18 tahun dengan pengalaman cinta masih nol menolak untuk
menikah. Aku berkilah harus berpacaran untuk mengenal lebih dalam. Menurutku pribadi, penolakan ajakan nikah saat itu
adalah salah satu keputusan yang paling buruk sepanjang hidupku. Kalau aku disuruh lagi memutuskan jawaban pertanyaan itu sekarang,
sesudah mengenal dia luar dan dalam. tentu saja jawabannya adalah:
YES, I DO.
Tapi segala sesuatunya toh sudah berlalu, saat itu dia mengikuti keinginanku. Dan sesudah satu tahun menjalani hubungan yang berstatus haram, yaitu berpacaran. (Ya, aku sangat sangat sangat menyesal kenapa mesti pacaran karena itu jadi awal yang gak varokah), tepat pada tanggal 10 Juni 2014, Aku resmi dilamar di usia yang ke-19 tahun.
Baca juga: Rona di Sore Hari (Proposal)
Berselang 3 minggu dari tanggal lamaran, aku yang saat itu berstatus
mahasiswi-semester-tiga pun memutuskan untuk menikah.
Yup, kayak judul filmnya Wim Umboh zaman emaknya ini emak masih bocah, Pengantin Remadja.
Tsaahhhh!! Nyomot potonya yamada taro bahaha sumber |
Ngomong-ngomong tanggal 10 Juni, di tanggal yang sama tahun depannya ternyata dapat kado dari Allah, yaitu kelahiran anak pertama! Qodarullah yang indah banget. Alhamdulillah :D
Ada yang komentar, kok kayanya nikahnya seperti buru-buru?
Kalau kalian membaca blog ini dari awal tentu tahu, kami tidak terburu-buru, kami sudah lama mengenal dan keluarga sudah saling tahu dan memberi restu. Ya, kalau membahas persiapannya emang sih dari lamaran (badatang dalam adat Banjar) agak cepat, cuma tiga minggu buat persiapan nikah + resepsi karena mengejar waktu sebelum Ramadhan (kami menikah 2 hari sebelum bulan Ramadhan).
Menikah saat kuliah memang kadang terlanjur mendapat stigma negatif dimasyarakat.
Salah satu pertanyaan yang lucu dan
menggelitik dari pernikahan saat masih duduk dibangku kuliahpun sempat
terlontar secara tersirat, yang kalau diterjemahkan to the point kira-kira
begini :
“kalian nggak married by accident
kan?”
wt--.
Pertanyaan gitu langsung menancap ibarat panah Lars Andersen. Tapi nggak keren kaya doski sih karena terlalu ngawur.
Ya menurut ngana? Pas nikah perutku emang gede karena banyak lemaknya. tapi… silakan hitung lagi deh jarak dari bulan nikah ke bulan melahirkan.
Nggak MBA kok pak, bu.
Ya menurut ngana? Pas nikah perutku emang gede karena banyak lemaknya. tapi… silakan hitung lagi deh jarak dari bulan nikah ke bulan melahirkan.
Nggak MBA kok pak, bu.
(Plis) Baca Juga: Cara Menghitung Tanggal Kelahiran dari Tanggal Haid Terakhir.
Setelah aku dilamar, akupun kawin, tak
lama kemudian hamil, dan bahagia selamanya. Tapi tunggu. Kawin bukan berarti
kisahnya habis dengan happy-ending. Kalau kata abang-abang Korea JYJ itu hanyalah “New Beginning”.
Ibaratnya keputusan untuk menikah
muda saat itu adalah baru pergi kepelabuhan, beli tiket, tahu jadwal keberangkatan dan naik kapal buat
menuju destinasi berikutnya. Perjalanan masih panjang. yang semoga, dengan izin
Allah, suatu saat nanti bakalan sampai berdua dengan selamat.
- Ibu dan Bapak dirumah adalah pintu rezeki dan surga. Anggap orang tuamu adalah raja, jadi titahnya pasti ada ‘imbalan’-nya kok. minimal ya dapat pahala… Dalam kasusku, aku mendapatkan suami yang baik.
- Menikahlah karena Allah, Bukan cinta doang. It depends on your minds, terdengar seperti bullshit atau kata-kata bijak. hahaha. Tapi percaya aja, sesuatu yang diniatkan mencari ridha Allah itu gak bakalan ngecewain.
- Niat baik, cara baik, Insya Allah berhasil baik. Trust me, its work kalau kata mas Elmen :D
Yes. sumber |
Mengutip quotes dari Lulu El-Hasbu, “Suamiku hadiah Allah”. Aku selalu percaya suami yang baik untuk istri yang baik, kebetulan aku dikasih Allah yang baik, artinya aku harus memperbaiki diri sampai
sama baiknya. Gitu sih menurutku.
Ngomong-ngomong aku gak masuk team
#AyoNikahMuda yahh, meskipun sendirinya nikah umur 19 taon. Tapi aku
masuk team #KalauSiapNikahJanganDitunda. :D
Karena apa? Jika kamu normal secara biologis dan semua syarat menuju jenjang selanjutnya udah oke, ngapain nunda lagi?
Azegh.
Jangan lupa baca (lagi) friendly reminder di atas ya.
4 comments