Dulu, saat saya sedang hamil Syuna, saya pernah berencana untuk melahirkan dirumah saja, dan tidak pergi melahirkan kerumah sakit seperti kebanyakan orang.
Keputusan saya yang tampak semena-mena ini tentu ada dasarnya, yang pasti sih bukan karena saya takut ke Rumah Sakit, karena itu bukan tempat yang asing buat saya. 😆
Jadi awalnya itu begini, salah seorang kakak perempuan saya itu ada yang berprofesi sebagai bidan, dan beliau punya 3 orang anak yang semuanya dilahirkan di rumah. Entah kenapa bagi saya dulu melahirkan di rumah itu terdengar menarik, sampe-sampe saya berniat kalau melahirkan nanti juga mesti di rumah, mungkin karena nyaman gitu kali ya karena kita bisa memilihi ditangani sama siapa aja.
Yang jelas sih, 'onderdil' kita nggak diliat terlalu banyak orang kan, karena kita tau siapa aja yang menangani. Hihi
(Kalau udah mo lahiran kan gak bisa milih lagi kite say 😛)
Yang jelas sih, 'onderdil' kita nggak diliat terlalu banyak orang kan, karena kita tau siapa aja yang menangani. Hihi
(Kalau udah mo lahiran kan gak bisa milih lagi kite say 😛)
Apalagi habis itu terdengar kata-kata mamak kalau orang tua zaman dahulu itu nyaris semuanya melahirkan di rumah dengan dibantu dukun beranak. Nenek dulu juga begitu katanya, dan sukses setengah lusin.
Hmmmm.... Kalau dipandang-pandang, nampaknya keluarga juga support neh.
(oke, kalimat terakhir memang halu 😂).
Hmmmm.... Kalau dipandang-pandang, nampaknya keluarga juga support neh.
(oke, kalimat terakhir memang halu 😂).
Ah, darah muda mendidih, oke fix, anak pertama mau melahirkan dirumah! (said those 19 yrs old girl HAHA)
Ternyata oh ternyata, namanya juga persalinan normal yang jadwalnya nggak bisa ditentukan pasti kaya SC. Maka diluar dugaan, pada suatu subuh rabu delapan hari sebelum HPL, ada bercak darah yang keluar saat saya bangun tidur.
Sesuai petuah dari tetua-tetua yang udah sering kudengar sebelumnya, kalau sudah keluar tanda bercak darah, buru-burulah makan, mandi dan bersih-bersih badan buat menghadapi persalinan.
Maka mandilah saya sekitar jam 5 subuh, padahal waktu itu cuaca lumayan dingin loh, tapi nggak kerasa dinginnya air karena sedikit deg-degan mau menghadapi lahiran. Hehe...
Kemudian sekitaran jam 7 pagi, datanglah si bidan untuk memeriksa untuk pertama kali, dan udah pembukaan 1 katanya.
Ow, ternyata baru stage 1, jarak his datang masih belum dekat, masih ada 9 stage lagi, pikir saya.
Ow, ternyata baru stage 1, jarak his datang masih belum dekat, masih ada 9 stage lagi, pikir saya.
Tiba-tiba keinget sama cerita mama mertua, pengalaman beliau beberapa kali melahirkan itu jarak bercak darah dan bayi lahir rata-rata cuma 3 jam doang.
Hmmm... sepertinya saya bukan tipe begitu ya, soalnya sesudah 3 jam lebih rasa nyeri masih jarang datang. 😆
Jam 12 siang, bidan datang, ngecek lagi dan baru pembukaan 3. Saya masih bisa ngobrol riang dan senyum. 💁
Jam 4 sore, dicek lagi, tenyata sudah pembukaan 7.
La haula quwwaata illa billah...
Saya baru ingat kalau di daerah kami malam itu ada pemadaman bergilir. Begitu tahu ini suami langsung ngacir kepasar buat beli lampu emergency yang banyak, sedikit tergesa-gesa sih karena gak ada nyiapin sampe kesana.
Di rumah sambil mules, saya langsung mikir, terus kalau saya melahirkan malam nanti apa cuma ditemani lampu emergency?
Enggg, romantis amat, ini mau melahirkan apa mau dinner sih, abah? 😂
🌱🌱🌱
Mengingat belum ada kemajuan yang berarti, meskipun sudah menunggu udah hampir 12 jam, maka akhirnya sang kakak bidan memboyong saya kerumah sakit.
Oke, ini namanya fix batal melahirkan dirumah.
Dan begitulah, khayalan anak perawan pengen melahirkan dirumah itu sirna tanpa bekas
Karena pertama, begitu sudah nyampe rumah sakit dan dipasang infus, maka adalah sebuah kemustahilan bagi saya untuk merengek mau melahirkan dirumah lagi.
Kedua, saya juga nggak mau melahirkan gelap-gelapan seperti di film Suzanna. Saya udah bilang kan kalau di rumah lagi kena jadwal pemadaman lampu?
Tapi ya menurut saya keputusan saya pergi ke Rumah sakit waktu itu bukan keputusan yang salah karena sehabis persalinan ternyata baru diketahui kalau ada lilitan tali pusat di kepala bayi sehingga sulit keluar. Dua kali lilit pula. Pantesan di rumah rada susah yee.
Kalau ditotal-total mulai jam 5 subuh sampai jam 8 habis isya, maka jarak dari ciri melahirkan (darah segar) sampai partus selesai sekitar 15 jam.
Rasanya? Amboiiiii. wkwkwk...
Akhirnya bayi berjenis kelamin perempuan ini masuk ke dunia dengan dibantu 7 orang bidan. Iya, 7 orang. Separoh diantaranya saya kenal orangnya. 🙈
Kalau ditotal-total mulai jam 5 subuh sampai jam 8 habis isya, maka jarak dari ciri melahirkan (darah segar) sampai partus selesai sekitar 15 jam.
Rasanya? Amboiiiii. wkwkwk...
Akhirnya bayi berjenis kelamin perempuan ini masuk ke dunia dengan dibantu 7 orang bidan. Iya, 7 orang. Separoh diantaranya saya kenal orangnya. 🙈
Nah, kalau ngomongin persiapan melahirkan di rumah yang batal saya jalani, maka berkaca dari pengalaman kakak saya (dan para ipar yang juga melahirkan di rumah) persiapannya memang akan lebih ribet. Karena selain perintilannya banyak, kita juga harus menyisihkan waktu dan siap secara finansial buat menghubungi tenaga kesehatan yang berpengalaman untuk hadir memantau persalinan (ya pastinya, faktor ini wajib dong :p)
Terus kesimpulannya apa?
Ya saya nggak bermaksud untuk bilang kalau melahirkan di rumah lebih baik daripada di fasilitas kesehatan. Tentunya, tidak.
Semuanya punya plus-minusnya masing-masing, tergantung dari kita sebagai tokoh utama ingin memilih dimana. Faktor keamanan yang pasti harus 100% terpenuhi.
Kalau memilih melahirkan di rumah, pastikan untuk memikirkan segala kemungkinan yang ada, hubungi dokter sebagai rencana cadangan, bidan berpengalaman, doula, sampai dengan kemungkinan listrik padam. Jadi kita bisa antisipasi dulu.
Mau melahirkan di rumah atau di fasilitas kesehatan, yang jelas ibu dan bayi harus selamat dan happy, bukankah begitu? :)
Ya saya nggak bermaksud untuk bilang kalau melahirkan di rumah lebih baik daripada di fasilitas kesehatan. Tentunya, tidak.
Semuanya punya plus-minusnya masing-masing, tergantung dari kita sebagai tokoh utama ingin memilih dimana. Faktor keamanan yang pasti harus 100% terpenuhi.
Kalau memilih melahirkan di rumah, pastikan untuk memikirkan segala kemungkinan yang ada, hubungi dokter sebagai rencana cadangan, bidan berpengalaman, doula, sampai dengan kemungkinan listrik padam. Jadi kita bisa antisipasi dulu.
Mau melahirkan di rumah atau di fasilitas kesehatan, yang jelas ibu dan bayi harus selamat dan happy, bukankah begitu? :)
7 comments
*untung ga pake vakum.. *wkwkwk..
Inget zaman dulu emg rata2 lahirin di rumah ya.. Mlh ad yg tau2 lahir aja dikamar sendirian.. Aku mikirnya kok keren betul? Hihi..
Lah ak byk bgt peserta tak diundang yg nongol pas lahiran.. Rsnya kalo diinget2 malu banget!! Smpe ga mau krmh sakit ketemu perawat2 n bidan yg sama😂
😆😂
kenapa gak sekalian aja mba, sharing tips santai buat ngadepin lahiran :(