Coba saja kalian lihat bayi-bayi mungil nan suci saat persalinan. Orang tua normal mana yang tidak bahagia melihat buah hatinya? Sudah pasti mereka gembira dan diberkahi dengan anugerah keturunan.
Saat fisik dan hati lelah, dikejar banyak tugas dan tidak ada yang bisa membantu kita, rengekan anak terdengar seperti permintaan untuk dimarahi. Ya kalau kita mah bilangnya kita kan manusia biasa, maklum lah bila sering error👼
Rumah berantakan, anak sedang banyak permintaan, sebentar lagi siang dan jam suami pulang sudah dekat, masakan belum selesai, cucian juga belum dijemur, padahal sore bakalan masuk kerja.
Akhirnya mata yang biasanya teduh mulai galak. Intonasi lembut yang biasa kita ucapkan jadi naik beberapa oktaf. 😢
Untung manusia normal, nggak ada tanduk atau taring yang keluar pas lagi esmosi. hahahaha
Mengurus anak memang harus stabil dan tidak mudah terpancing. Teriakan anak tidak akan selesai jika kita balas dengan teriakan, itu adalah pelajaran berharga yang saya dapatkan dari Syuna, putri kecil saya.
Soalnya semakin dilawan, semakin kencengan dia teriaknya.😂
Anakku sayang, Bunda memang tidak punya banyak hal yang bisa kamu banggakan.
Bunda hanya wanita biasa di kategori rata-rata, tapi karenamu nak, Bunda berjanji untuk menjadi lebih baik dan selalu belajar lagi.
Tahukah kamu nak?
Kamu adalah motivator terbesar Bunda, alasan untuk tidak menyerah pada dunia.
Dan berkatmu, sekarang Bunda sudah bisa mengontrol emosi saat lipstick patah atau seisi rumah sudah bak kapal pecah.
Isi piring saat sarapan mengotori separoh rumah pun sudah bukan masalah besar lagi. 😂
Tertawa saja, nikmati saja, toh masa-masa begini nggak akan terjadi selamanya.
Menikmati setiap prosesmu bertumbuh kembang adalah cara sederhana Bunda untuk mencintaimu.
Sekarang saya baru saja memahami kalimat Tanpa anak maka rumah akan bersih, dompet akan lebih berisi dan bla bla bla itu.
Kalau boleh saya bandingkan nih ya, saya lebih rela membereskan rumah berantakan sehabis dia bermain daripada melihat Syuna sakit.
Baca juga: Isi Kotak P3K untuk Anak & Balita
1. Tempra syrup aman di lambung.
Kandungan parasetamol yang berkhasiat sebagai penurunan panas dan juga pereda nyeri ini tidak menyebabkan iritasi pada lambung. Berbeda dengan beberapa jenis obat penurun panas lainnya. Sehingga aman buat anak saya tentunya.
2, Tidak perlu dikocok, larut 100%.
Praktis. Nggak perlu ribet-ribet lagi karena serbuk obat sudah larut sempurna.
Baca juga: Cerdas mengatasi Demam pada Anak
3. Dosis tepat sehingga tidak over dosis atau kurang dosis.
Saya orangnya memang nggak anti obat. Tapi saya sebisa mungkin selalu meminimalisir obat yang masuk kedalam tubuh anak saya.
Jadi kasus kelebihan dosis bagi saya adalah sebuah disaster tersendiri. Kekurangan dosis mungkin bisa ditambah, tapi kalau kelebihan mau ngapain?
Tepat dosis penting banget buat saya (dan buat Anda juga, tentunya) supaya terapi tepat.
Akhir kata, membesarkan anak memang nggak segampang menggoreng kerupuk.
Nggak bisa instan atau setengah setengah. Kerupuk aja kalau menggorengnya sambil update status atau ngepel lantai bakalan gosong.
Wah, anak kita tentunya jauh lebih penting daripada kerupuk dong, yes?
Selalu ada cinta di hati bunda, wujudkanlah cinta itu dalam tindakan.
Yuk, jaga kesehatan anak kita!
Namun, menjelang anak tumbuh besar, pertanyaan yang lain muncul. Apakah anak adalah anugerah atau cobaan?
Saat anak masih bayi lucu, kita menciuminya setiap waktu, mengambil gambar-gambarnya dengan penuh rasa cinta dan bahagia, membanggakannya nyaris pada setiap orang.
Singkat cerita, bayi kecil itulah permata hati kita.
Sekarang, bayi kecil itu sudah mulai besar. Dia mulai belajar banyak hal dan menjelajahi setiap hal yang dianggapnya menarik.
Dan saat dia bermain-main, tak sengaja gelas piring pecah akibat ulah tangannya, tak jarang pula lipstick kesayangan sang bunda dipakai mewarnai dinding rumah, bedak mahal yang baru dibeli pecah dan berhamburan, isi lemari yang sudah ditata rapi berserakan kesana kemari. Lantai penuh dengan mainan yang tidak kunjung bisa dibereskan, ruang tamu sampai dapur berantakan. 💔
Kalau sudah begitu, apakah Bunda masih memanggil anak sebagai anugerah?
Saya yakin, tak sedikit yang mengelus dada sambil bilang: “sabar... ini cobaan”
Atau... anak akan dibentak dan bahkan dipukul?
Tak perlu malu, mari akui saja. Toh, Saya juga pernah begitu. 😁
Saat anak masih bayi lucu, kita menciuminya setiap waktu, mengambil gambar-gambarnya dengan penuh rasa cinta dan bahagia, membanggakannya nyaris pada setiap orang.
Singkat cerita, bayi kecil itulah permata hati kita.
Sekarang, bayi kecil itu sudah mulai besar. Dia mulai belajar banyak hal dan menjelajahi setiap hal yang dianggapnya menarik.
Dan saat dia bermain-main, tak sengaja gelas piring pecah akibat ulah tangannya, tak jarang pula lipstick kesayangan sang bunda dipakai mewarnai dinding rumah, bedak mahal yang baru dibeli pecah dan berhamburan, isi lemari yang sudah ditata rapi berserakan kesana kemari. Lantai penuh dengan mainan yang tidak kunjung bisa dibereskan, ruang tamu sampai dapur berantakan. 💔
Kalau sudah begitu, apakah Bunda masih memanggil anak sebagai anugerah?
Saya yakin, tak sedikit yang mengelus dada sambil bilang: “sabar... ini cobaan”
Atau... anak akan dibentak dan bahkan dipukul?
Tak perlu malu, mari akui saja. Toh, Saya juga pernah begitu. 😁
Jangan galak-galak dong maaaak :D |
Saat fisik dan hati lelah, dikejar banyak tugas dan tidak ada yang bisa membantu kita, rengekan anak terdengar seperti permintaan untuk dimarahi. Ya kalau kita mah bilangnya kita kan manusia biasa, maklum lah bila sering error👼
Rumah berantakan, anak sedang banyak permintaan, sebentar lagi siang dan jam suami pulang sudah dekat, masakan belum selesai, cucian juga belum dijemur, padahal sore bakalan masuk kerja.
Akhirnya mata yang biasanya teduh mulai galak. Intonasi lembut yang biasa kita ucapkan jadi naik beberapa oktaf. 😢
Untung manusia normal, nggak ada tanduk atau taring yang keluar pas lagi esmosi. hahahaha
Si kecil marah-marah, balaslah dengan senyuman manis. Eaaaaa (Auto senyum mau difoto) |
Mengurus anak memang harus stabil dan tidak mudah terpancing. Teriakan anak tidak akan selesai jika kita balas dengan teriakan, itu adalah pelajaran berharga yang saya dapatkan dari Syuna, putri kecil saya.
Soalnya semakin dilawan, semakin kencengan dia teriaknya.😂
Jika memang anak adalah anugerah, kenapa harus dibentak saat dia berbuat salah?
Jika memang anak adalah anugerah, kenapa diabaikan saat ada waktu bersama?
Jika memang anak adalah anugerah, kenapa justru tidak dijaga dengan baik?
Anakku sayang, Bunda memang tidak punya banyak hal yang bisa kamu banggakan.
Bunda hanya wanita biasa di kategori rata-rata, tapi karenamu nak, Bunda berjanji untuk menjadi lebih baik dan selalu belajar lagi.
Tahukah kamu nak?
Kamu adalah motivator terbesar Bunda, alasan untuk tidak menyerah pada dunia.
Dan berkatmu, sekarang Bunda sudah bisa mengontrol emosi saat lipstick patah atau seisi rumah sudah bak kapal pecah.
Isi piring saat sarapan mengotori separoh rumah pun sudah bukan masalah besar lagi. 😂
Tertawa saja, nikmati saja, toh masa-masa begini nggak akan terjadi selamanya.
Menikmati setiap prosesmu bertumbuh kembang adalah cara sederhana Bunda untuk mencintaimu.
Sekarang saya baru saja memahami kalimat Tanpa anak maka rumah akan bersih, dompet akan lebih berisi dan bla bla bla itu.
Kalau boleh saya bandingkan nih ya, saya lebih rela membereskan rumah berantakan sehabis dia bermain daripada melihat Syuna sakit.
Baca juga: Isi Kotak P3K untuk Anak & Balita
Meskipun hanya sakit ringan yang wajar bagi balita, seperti terkena demam misalnya, hati saya tetap merasa nyesss, ada nyeri yang tidak bisa dijelaskan.
Padahal demam mah wajar ya?
Anak sesudah imunisasi, demam...
Anak mau tumbuh gigi, demam...
Paketan kalau lagi terkena batuk pilek, demam...
Saya pernah belajar kalau demam itu sendiri sebenarnya adalah mekanisme tubuh. Allah SWT menciptakan pengaturan canggih di tubuh kita, salah satunya adalah mekanisme pengaturan suhu yang berpusat dibagian otak bernama hipotalamus.
Saat ada virus atau penyakit masuk, sel darah putih atau leukosit akan berusaha membasminya. Dan panas tubuh juga ikut membantu agar penyakit segera keluar.
Tapi, masalahnya kan ambang batas panas setiap anak berbeda-beda. Ada anak yang demam 38-39 derajat sudah mengalami kejang-kejang. Ada pula anak yang demam mencapai 40 derajat masih bisa bermain.
Jadi kalau buat saya sih, sedia obat demam di rumah itu adalah sesuatu yang wajib.
Anak adalah anugerah, menjaga anugerah adalah kewajiban, artinya menjaga kesehatan anak juga adalah hal yang wajib.
Obat demam yang biasanya saya sediakan adalah Parasetamol syrup, misalnya Tempra syrup.
Padahal demam mah wajar ya?
Anak sesudah imunisasi, demam...
Anak mau tumbuh gigi, demam...
Paketan kalau lagi terkena batuk pilek, demam...
Saya pernah belajar kalau demam itu sendiri sebenarnya adalah mekanisme tubuh. Allah SWT menciptakan pengaturan canggih di tubuh kita, salah satunya adalah mekanisme pengaturan suhu yang berpusat dibagian otak bernama hipotalamus.
Saat ada virus atau penyakit masuk, sel darah putih atau leukosit akan berusaha membasminya. Dan panas tubuh juga ikut membantu agar penyakit segera keluar.
Tapi, masalahnya kan ambang batas panas setiap anak berbeda-beda. Ada anak yang demam 38-39 derajat sudah mengalami kejang-kejang. Ada pula anak yang demam mencapai 40 derajat masih bisa bermain.
Jadi kalau buat saya sih, sedia obat demam di rumah itu adalah sesuatu yang wajib.
Anak adalah anugerah, menjaga anugerah adalah kewajiban, artinya menjaga kesehatan anak juga adalah hal yang wajib.
Obat demam yang biasanya saya sediakan adalah Parasetamol syrup, misalnya Tempra syrup.
Kenapa Tempra?
1. Tempra syrup aman di lambung.
Kandungan parasetamol yang berkhasiat sebagai penurunan panas dan juga pereda nyeri ini tidak menyebabkan iritasi pada lambung. Berbeda dengan beberapa jenis obat penurun panas lainnya. Sehingga aman buat anak saya tentunya.
2, Tidak perlu dikocok, larut 100%.
Praktis. Nggak perlu ribet-ribet lagi karena serbuk obat sudah larut sempurna.
Baca juga: Cerdas mengatasi Demam pada Anak
3. Dosis tepat sehingga tidak over dosis atau kurang dosis.
Saya orangnya memang nggak anti obat. Tapi saya sebisa mungkin selalu meminimalisir obat yang masuk kedalam tubuh anak saya.
Jadi kasus kelebihan dosis bagi saya adalah sebuah disaster tersendiri. Kekurangan dosis mungkin bisa ditambah, tapi kalau kelebihan mau ngapain?
Tepat dosis penting banget buat saya (dan buat Anda juga, tentunya) supaya terapi tepat.
Akhir kata, membesarkan anak memang nggak segampang menggoreng kerupuk.
Nggak bisa instan atau setengah setengah. Kerupuk aja kalau menggorengnya sambil update status atau ngepel lantai bakalan gosong.
Wah, anak kita tentunya jauh lebih penting daripada kerupuk dong, yes?
Selalu ada cinta di hati bunda, wujudkanlah cinta itu dalam tindakan.
Yuk, jaga kesehatan anak kita!
Disclaimer:
Artikel ini diikutsertakan dalam lomba blog yang diselenggarakan oleh Blogger Perempuan Network dan Tempra.
16 comments
Sehat2 ya semuanyaa^^
Tergantung obatnya apa, kalau tablet mah ga perlu dikocok. Hehe