Salah satu mimpi buruk dalam sebuah pernikahan adalah adanya kanker perselingkuhan.
Momok satu ini tidak perlu dibahas lagi poin mengerikannya dimana, bukan?
Sangat mengerikan. Sangat.
Meski begitu, di zaman now bukan sesuatu yang sulit lagi menemukan orang-orang yang berselingkuh. Ada banyak sekali berita berhamburan di media tentang publik figur yang melakukan tindak perselingkuhan. Dan ironisnya, biasanya berita semacam itu justru ramai 'disantap'.
Meski begitu, di zaman now bukan sesuatu yang sulit lagi menemukan orang-orang yang berselingkuh. Ada banyak sekali berita berhamburan di media tentang publik figur yang melakukan tindak perselingkuhan. Dan ironisnya, biasanya berita semacam itu justru ramai 'disantap'.
Publik figur lho ini. Orang besar yang punya fans.
Kalau kasus masyarakat biasa? Wah, lebih banyak lagi dong...
Barusan, aku menemukan sebuah fakta yang menarik tentang hal ini, sebuah survei yang benar-benar bikin hati terpotek-poteq. Apa itu?
Menurut Survei Just dating, sekitar 40% pria dan wanita di Indonesia pernah mengkhianati pasangannya. (sumber: suara.com)
Yep, yang dengan kata lain berarti Indonesia adalah negara runner up dalam persentase perselingkuhan di Asia, menyusul negara Thailand di peringkat pertama dengan persentase 50%.
Baik, dalam hal ini kita bahkan kalah (lagi) dari Malaysia yang menjadi negara paling minim selingkuh (se-Asia) dengan skor 20%.
Jadi, dengan hasil begitu sudah nggak heran dong kalau dewasa ini istilah pelakor dan pebinor sudah begitu akrab di telinga kita?
Survei tentang cheating tadi membuat aku pun merenung sesaat.
Ya, mereka memang ada dimana-mana.
Mereka (para cheaters) bisa jadi tetangga kita, salah satu sahabat kita, seorang kenalan kita, atau bahkan dalam keluarga kita sendiri.
Harus kita akui, kecuali lingkungan yang kita tinggali sangat-sangat-sangat bagus. Hal satu ini selalu ada dimana-mana, seperti menjadi hal yang sudah lazim.
Padahal nggak, ya iya lah.
Mau apapun pembenarannya, siapapun pasti tahu, selingkuh itu salah.
(WARNING : Tulisan ini ngalor ngidul, emosional, pendapat pribadi. )
Well, selama ini aku terhitung sering menemui orang-orang yang melakukan tindak perselingkuhan.
Bahkan dalam ruang lingkup paling kecil sekalipun, aku juga menemukan hal ini. Jadi bisa dibilang bagiku bukan hal yang asing. Dibilang sedih, ya sedih, tapi begitulah kenyataannya.
Bahkan dalam ruang lingkup paling kecil sekalipun, aku juga menemukan hal ini. Jadi bisa dibilang bagiku bukan hal yang asing. Dibilang sedih, ya sedih, tapi begitulah kenyataannya.
Banyak cerita yang sering kudengar sejak belia ditambah dengan imajinasi yang dirangkai otak membuatku sempat sangat insecure dengan pernikahan dan hubungan berbeda jenis kelamin.
Ya, aku dulu sempat takut setengah mati dengan ikatan karena takut tersisihkan. Takut diduakan. Takut habis manis sepah dibuang. Takut menjadi bukan satu-satunya.
Pikiranku kala itu dipenuhi stigma negatif karena terus-menerus terpapar berita soal kesetiaan yang terkikis.
Ya, perpisahan yang bukan karena ketidakcocokan pemikiran, bukan persoalan ekonomi dan juga bukan soal perbedaan selera. Tapi karena kesetiaan itu tidak ada.
Ya, perpisahan yang bukan karena ketidakcocokan pemikiran, bukan persoalan ekonomi dan juga bukan soal perbedaan selera. Tapi karena kesetiaan itu tidak ada.
Untung saja waktu itu datang orang yang bisa menjelaskan dan merubah mindsetku yang terlampau negatif. Jika tidak, Wallahu a'lam. Mungkin saja aku masih traumatik sampai hari ini.
Darinya, aku mengerti, bahwa menikah bukan cuma soal selangkangan belaka. Meskipun istilah 'kawin' bisa disinonimkan dengan tindakan satu itu.
Untuk Marriage isn't that simple.
Bukan hanya soal cinta, kesamaan visi dan misi, kemapanan ekonomi, tapi juga soal "komitmen".
Jadi, kalau orang bilang menikah itu komitmen seumur hidup. It's True!
Karena menikah ternyata juga artinya mengunci pintu hati dari orang selain pasangan sah kita, bertahan dengan sifat dan sikap menyebalkan mereka yang tidak cocok dengan kita.
Setia dengan satu orang. Tidak mencari selingan yang lain.
Tidak berselingkuh.
Nah, dari yang sudah aku baca-baca nih, selingkuh itu ternyata terbagi dua:
Satu, selingkuh secara seksual, artinya selingkuh yang berhubungan dengan hubungan seks. Tipe satu ini bisa ditemukan dimana saja. (Zina kelamin)
Misal: one night stand.
Misal: one night stand.
Dua, selingkuh secara perasaan, artinya selingkuh yang berkaitan dengan perasaan, misalnya perasaan nyaman atau aman. (Zina mata, hati, jari, dll)
Misal: chatting dengan lawan jenis dengan topik 'nyerempet' sembunyi-sembunyi dari pasangan.
Misal: chatting dengan lawan jenis dengan topik 'nyerempet' sembunyi-sembunyi dari pasangan.
Selingkuh secara perasaan (tipe 2) kalau 'ditekuni' dalam waktu yang konstan juga berpotensi berkembang menuju selingkuh tipe satu.
Jadi, awas saja ya. Jangan coba-coba.
Dua tipe selingkuh itu membuatku flashback dengan salah satu cerita temanku.
Saat itu aku masih kelas satu SMA. Masih begitu hijau dan polos. Saat jam istirahat tiba, kami yang memiliki tempat duduk berdekatan sering saling bercerita satu sama lain.
Dan hari itu, dia bercerita kalau dia menemukan chat mesra di ponsel kedua orang tuanya. Kami semua shock.
Hal yang membuat kami terkejut bukan soal kemesraannya, tapi chat itu antara ibunya dengan om A, dan ayahnya dengan tante B.
Yup, tentang kedua orangtuanya yang saling cheating.
Dia berusaha bercerita bahwa it's okay, dia tahu bagaimana orang tuanya. Dia berusaha terlihat agar hal itu bukanlah sebuah hal besar. tapi kami, teman-temannya tahu, hatinya pasti remuk redam.
Dia teman yang baik, orang yang hangat dan ceria, sangat kritis dan cerdas. Dan dia sedikit lebih murung belakangan itu, mungkin saja orangtuanya itulah pemicunya. Di akhir pembicaraan, dia sempat melepaskan sebuah penyesalan.
"Seandainya waktu itu aku nggak bikinin mama sama papa akun fesbuk, mungkin nggak begini kali ya...."
See? Sosial media bukan hanya mampu mendekatkan yang jauh. Tapi juga memisahkan yang terdekat dalam sebuah rumah tangga.
Satu tempat tidur.
❤️❤️❤️
Bicara soal bahaya penyalahgunaan sosial media. Kira-kira lebih dari setengah tahun yang lalu, aku pernah iseng-iseng membaca komik bertema pasutri/married life.
Liat covernya sih mukanya si tokoh itu bahagia-bahagia gitu, pelukan sambil ketawa.
Judulnya kalau nggak salah Fufukan Renang, yang artinya....
Judulnya kalau nggak salah Fufukan Renang, yang artinya....
Silakan googling. Aku juga ga tau. #ditendang pembaca
Nyohhh!! |
Eh, ada kok tulisannya, Holiday Love.
Jadi Fufukan Renai artinya Holiday Love (Liburan Cinta?? Aneh juga ya kalau diterjemahkan 😂)
Jadi Fufukan Renai artinya Holiday Love (Liburan Cinta?? Aneh juga ya kalau diterjemahkan 😂)
Dari sampulnya, ekspektasiku pun melambung tinggi. Hmm... Mungkinkah isinya daily life pasutri yang inspiratif?
Ada tips-tips rumah tangga?
Ada cerita yang heartwarming?
Nggak menunggu lama, aku pun langsung menuju ke chapter pertama. Skip bagian sinopsis. Langsung baca.
Oke, langsung baca ini bukan aku banget ya, biasanya aku mesti membaca bagian sinopsis dulu supaya terhindarkan dari komik yang unfaedah.
Oke, langsung baca ini bukan aku banget ya, biasanya aku mesti membaca bagian sinopsis dulu supaya terhindarkan dari komik yang unfaedah.
Misalnya genre yaoi, pasti bakalan aku close tab tanpa basa-basi karena jijik duluan meski gambarnya beraura nirwana.
FYI, genre komik gak cuma cem Naruto doang loh, genre buat emak-emak juga ada, namanya Josei yang target pasarnya itu buat adult female/perempuan yang sudah uzur dewasa.
Yha contohnya kaya yang tadi. Fufukan Renai. Aku jarang sih baca genre ini, cuma pernah beberapa kali doang. Hehe
Yha contohnya kaya yang tadi. Fufukan Renai. Aku jarang sih baca genre ini, cuma pernah beberapa kali doang. Hehe
Oke, balik lagi ke Liburan Cinta.
Pas baca satu chapter...
Dua chapter...
Tiga chapter...
Wah, Gils, ini mah pamili gols banget, buibu!
Sang suami diceritakan hard worker, rekan kerabat dimana-dimana, cinta keluarga, murah senyum dan mempunyai jiwa leadership, sehingga karirnya naik dengan cepat.
Sang bini juga tak kalah perfect, work from home dengan membuka jasa nail art sambil membesarkan putri mereka, ceria dan juga tipe lovely person yang disenangi oleh orang-orang disekitarnya.
Singkat cerita, kita langsung ke konfliknya ya...
Pada suatu hari sesudah kepulangan suaminya ke tempat proyek (suaminya pulang ke rumah setiap weekend karena ceritanya weekdays bekerja di luar kota).
Ada sesuatu yang mengganjal di hati sang istri karena ajakannya sebagai istri pada malam sebelumnya tidak ditanggapi.
Beberapa hari sesudah hal itu, masalahnya pun datang, suaminya menelpon saat tengah malam.
Bukan telpon biasa, suaminya mengaku sedang dituduh berselingkuh, dan meminta istrinya tetap percaya padanya.
And i'm reading... like... WHAT??? SRSLY?
Oke, ini roller coaster. Perkembangan ceritanya lumayan cepat. Yang tadinya baik-baik saja tiba-tiba langsung berasa keruh.
Lanjut lagi...
Lanjut lagi...
Malam-malam berikutnya, ada telpon lagi yang masuk. Tapi bukan dari suaminya, melainkan dari... Suaminya perempuan yang dituduhkan berselingkuh dengan suaminya.
Hnggg.... ngerti nggak? 😅
Jadi, perempuan yang dikatakan berselingkuh dengan suaminya itu ternyata juga sudah menikah dan punya dua anak yang masih kicik-kicik.
Jadi menurut suaminya si wanita itu, dialah yang pertama kali menangkap basah suaminya datang ke rumah istrinya sewaktu dia tidak ada di rumah.
Dan mereka berdua sudah terbukti 100% berhubungan di depan matanya sendiri. Bahkan, ada bukti kontrasepsi yang ditemukan di tempat sampah.
Pusiang deh, itu artinya, si suami bohong dong.... 😵
Pusiang deh, itu artinya, si suami bohong dong.... 😵
Sesudah naik turun pembicaraan yang emosional, akhirnya si laki ngaku juga!
Asdfggjklzxvbg pengen rasanya nggiles layar hape mukanya pake parutan kelapa saking kzl nya dengan alasan ngalor-ngidul si suami. 😫
Memang, cinta suaminya pada keluarga tak perlu diragukan lagi. Dia orang yang diceritakan hampir perfect di segala aspek.
Tapi dia khilaf, dia meminta maaf dan berjanji tidak mengulangi lagi.
Tapi dia khilaf, dia meminta maaf dan berjanji tidak mengulangi lagi.
Tapi, bisakah cinta hadir lagi sesudah dikhianati?
Sampe sini aku udah shock berat dan rada-rada males lanjutin bacanya. Aku baca komik supaya happy, kok jadi gloomy. hahaha
Dari komik itu aku mengambil sebuah kesimpulan singkat:
Trust ia something fragile than a mirror. Be careful with your social media.
Dari cerita itu, aku semakin yakin kalau kesetiaan itu sifatnya irreversible, sekali tercoreng, terkhianati, selamanya bekas itu akan ada.
Meskipun begitu, di luar sana ada banyak sekali istri yang memaafkan perselingkuhan para suaminya. (Dan begitu juga sebaliknya).
Saya kagum dengan kebesaran dan ketulusan hati mereka. Mereka sungguh luar biasa.
Tapi, tetap saja, aku tidak ingin menjadi bagian dari orang yang terkhianati atau mengkhianati.
Kesetiaan sama berharganya dengan nyawa. Kita cuma punya satu dan nggak ada cadangan nyawa kayak main game LINE Pokopang.
Masih ingat nggak sama blio berdua? |
Ngomongin selingkuh dan kesetiaan. Aku (jujur sejujur-jujurnya) sangat muak dengan lagu-lagu zaman sekarang yang seakan-akan mengkampanyekan tindakan terkutuk satu ini.
"Kamu selingkuh jadi aku selingkuh lalalala"
"Kamu sih begitu, makanya aku selingkuh lalala"
Pffft, selera laguku memang banyak yang bilang aneh. Tapi seaneh-anehnya aku nih, nggak pernah tuh kepikiran untuk menyanyikan atau menyimpan atau mengunduh lagu yang bertema selingkuh.
Kalau diibaratkan lagu itu makanan, maka saya nggak akan segan-segan membuang lagu ajakan berselingkuh itu ke tempat sampah seperti juri di Hell Kitchen. Like a boss.
Kalau diibaratkan lagu itu makanan, maka saya nggak akan segan-segan membuang lagu ajakan berselingkuh itu ke tempat sampah seperti juri di Hell Kitchen. Like a boss.
Karena, ya gimana, nggak ada faedahnya. Dan mirisnya, lagu-lagu begitu biasanya enak didengerin, dan nadanya repetisi banget. Jadi semacam brainwash.
Dua bulan dan seminggu yang lalu saya mendengar anak-anak menyanyikan lagu bertemakan perselingkuhan. Dari dua anak yang berbeda dan dari pulau yang berbeda.
Dua bulan dan seminggu yang lalu saya mendengar anak-anak menyanyikan lagu bertemakan perselingkuhan. Dari dua anak yang berbeda dan dari pulau yang berbeda.
Bayangkan saja, SD belum, usia paling 4 tahunan. Khidmat di depan smartphone (kayaknya sih sambil nonton video di youtube), dan menyanyikan lagu tentang selingkuh dengan lantang.
Bener-bener mbatin NI BOCAH NGAPA YAK banget lah saya jadinya. Padahal si emak duduk aja disamping si anak tadi bareng temennya (kayaknya sih ngegosip kalau ngeliat dari hebohnya ngobrol, lol).
Aduh, mulai deh nyinyir. Hahaha...
Umur segitu coba, udah hafal lagu begituan. Apa nggak terdoktrin sendiri keseringan nyanyi begitu? Mending lah saya dulu hafalnya soundtrack Dragon Ball -_-
Umur segitu coba, udah hafal lagu begituan. Apa nggak terdoktrin sendiri keseringan nyanyi begitu? Mending lah saya dulu hafalnya soundtrack Dragon Ball -_-
Come on mama, atuhlah, saya emosi jiwa sama si emaknya yang cuek bebek.
Intinya sih kayaknya begini ya, kesetiaan itu harus dijaga, dipertahankan, sering-sering disuburkan lagi karena cobaan zaman now sungguh menggila.
Apalagi jika hubungan katanya mulai hambar, don't make excuse laa. Hanya karena banyak orang melakukannya, jangan sampai terseret juga.
Meskipun hidup di air asin, jangan sampai jadi ikan asin.
Apalagi jika hubungan katanya mulai hambar, don't make excuse laa. Hanya karena banyak orang melakukannya, jangan sampai terseret juga.
Meskipun hidup di air asin, jangan sampai jadi ikan asin.
Ketemu mantan, ada getaran yang yang lama bangkit. Mending jauh-jauh langsung.
Di tempat kerja ada rekan yang ngasih sinyal, langsung block.
Di sosial media ketemu orang yang punya kepribadian menarik, jangan diterusin.
Jangan memberikan akses sedikitpun, sebelum menyesal karena terbawa suasana. Seperti di komik yang kubaca tadi. Awalnya cuma nggak enak... chatnya dibalesin... Dicurhatin soal rumah tangganya... kasian.... terus tiba-tiba jadi baper dan sok-sokan memberikan perhatian. .
Wow, mengingat komik tadi saja membuatku emosional level Asia.
Wow, mengingat komik tadi saja membuatku emosional level Asia.
Tapi faktanya memang begitu, ada banyak kasus nggak enakan yang ujungnya ena-ena.
Ehm, oke. Nggak kerasa makin panjang dan ngalor-ngidul aja nih. Mungkin sekian babblingku soal kesetiaan kali ini...
Kalau menurutmu gimana? Jangan lupa drop your opinion di kotak komentar ya!
14 comments
Ditunggu artikel bertema kesetiaan atau pernikahannya ya bu, saya lagi perlu beberapa pencerahan dan cara pandang dari orang yang sudah pernah merasakannya :)
Kalau kesetiaan mah, menurut aku, sama aja kayak mbak leha, bagai kaca yg pecah, ga kan bisa dipulihkan kembali walaupun diperbaiki, tetap aja terlihat retaknya. eh wkwkwk
Oh ya, ini kah postingan pertamamu setelah membeku selama sebulan itu? hehe
Dihh apaan ini kasih pendapat atau curhat pribadi.hahha
apa lagi untuk era teknologi sekarang. apapun aplikasi yang di pakai. bisa menimbulkan celah untuk tidak kesetiaan.
jadi kita harus hati hati dalam era raja socmed. mbak