Saat menulis ini, saya sudah melewati hampir 7 tahun usia pernikahan dan menjadi Ibu selama lebih dari 5 tahun. Saya sudah melewati banyak fase, mulai dari kehamilan, persalinan, tetek bengek menyusui, hingga mencicipi asam manis rasanya jadi Ibu rumah tangga dan Ibu bekerja.
Tadinya saya kira dengan pengalaman saya di tahun-tahun berat itu, saya menjadi istri dan Ibu yang matang luar dalam, tapi ternyata tidak juga. Saya terkadang masih merasa rapuh. Saya juga merasa capek, lelah mengurus anak.
Di beberapa waktu kadang terbersit dalam hati tentang betapa tidak becusnya diri ini mengurus titipan-Nya.
Betapa diri ini mungkin adalah Ibu yang buruk untuk seorang anak yang menatap kita penuh cinta dalam buaian itu.
Banyak keraguan muncul dalam batin, suara-suara terang dan gelap bergumul di balairung kewarasan.
Pantas kah?
Sanggup kah?
Bisa kah?
Padahal kalau mengingat di masa awal, saat Allah memutuskan untuk menitipkan anak dalam rahim ini, keyakinan yang dipegang hanya satu:
"Allah titipkan, berarti aku kuat. Aku sanggup. Aku pasti bisa."
Dengan keyakinan sesederhana itu, dulu terlewatilah bulan-bulan itu.
Bulan dimana harus berpacu antara jadwal kuliah dan jadwal bekerja tanpa ada tanggal merah.
Bulan saat terkena demam berdarah dan terbaring lemas dengan tangan udem karena infus yang menusuk kulit dalam waktu lama.
Bulan dimana kepala rasanya pening memikirkan cara mandiri membiayai melahirkan, kuliah, dan memperbaiki posisi bayi dalam rahim yang sungsang menjelang akhir kehamilan.
Deretan hal-hal menakutkan yang kalau sekarang dipikirkan lagi, kalau bukan karena kasih sayang Allah yang Maha Kuasa dan Tanpa Batas, tidak mungkin wanita lemah ini berhasil melewatinya.
Sekarang, anak itu sudah lahir ke dunia. Dia lahir dengan sempurna dan tumbuh dengan baik.
Dia aktif dan mampu melakukan hal-hal menakjubkan dengan pikirannya yang cerdas. Dia yang dulu menghuni perutmu, membuat bentuknya berubah-ubah dengan sudut siku atau lututnya. Dia bukan hanya sanggup merubah duniamu.
Dia sanggup merubah seisi dunia ini.
“…. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena anaknya. …” (QS. Al-Baqarah: 233).
Lelah itu manusiawi. Tapi jangan menyerah.
Sepuluh tahun dari waktu kamu merasa lelah membesarkan dan mendidiknya, jangan sampai ada penyesalan besar yang tidak bisa kita perbaiki terjadi karena emosi sesaat.
Take your time.
Menonton acara kesayangan tidak apa-apa.
Membeli baju untuk memberi apresiasi diri sendiri tidak apa-apa.
Makan makanan enak juga tidak apa-apa.
Ingat. Teko hanya bisa mengeluarkan apa yang ada di dalamnya. Jangan harap air madu yang tertuang kalau isinya getah pahit. Senangkan diri dan beri kebahagiaan untuk diri sendiri.
Love yourself first, then the others.
-dari draft lama yang tertumpuk. Harus segera dipublikasikan.
(Video YouTube ini membuat saya jadi tertonjok, terutama saat sang anak bertanya: What did you lose while having me, mom? Dan sama seperti Nuy, bagaimanapun perut dan penampilan mamanya acak-acakan, dia akan hilang mamanya ini cantik. Ok... )
Post a Comment