Hello!
Pertama-tama, maafkan saya karena sudah mencatut nama Lady Bikers supaya judul postingan ini bisa terlihat nyambung bahasa Inggrisnya ya. Karena ternyata sehabis saya baca-baca lagi, ternyata istilah ini lebih lazim digunakan untuk merujuk wanita yang mengendarai motor gede. Mungkin saya boleh dibilang Lady Bikers versi lite saja karena masih pakai scooters? hehe
Ngomongin soal transportasi yang digunakan sehari-hari, setidaknya sampai saya kuliah, saya masih menjadi pengguna setia transportasi umum jika ingin menempuh jarak jauh atau masih menjadi kaum boncengers yang selalu setia ada di jok belakang jika jarak dekat. Tapi sejak bekerja, apalagi ditarik sembilan bulan ke belakang, saya menasbihkan diri sebagai Lady Biker karena kemana-mana selalu naik motor.
[Baca juga: Curhat Pengguna Taksi Colt Mitsubishi L300]
Motor for lyfe. Alhamdulillah ya Allah akhirnya bisa punya motor sendiri :')
Apalagi perkara bolak-balik kerja ini loh. Jadi ngerti, perjuangan berangkat mencari nafkah setiap orangtua tuh rasanya begini. Apalagi ditambah dengan sensasi melepaskan title Stay At Home Mom yang sudah bertahun-tahun saya lakoni.
Ugh, bohong sekali kalau saya bilang saya tidak emosional. Jarak 44km+ yang saya tempuh setiap hari itu rasanya o-em-gee keren banget untuk saya yang males banget untuk keluar rumah kalau gak penting-penting amat, jarak itu adalah sebuah peluang sekaligus tantangan yang harus saya hadapi setiap berangkat bekerja.
Kali ini, ada 3 hal yang pengen saya bagikan sebagai pesepeda motor.
1. Naik Motor Bisa Mudah Menyalip di Sepertiga Malam.
Iyah. Karena bodinya yang slim jadi bisa sat-set-sat-set di jalanan. Sudah pernah bandingin waktu dianterin paksu naik mobil tipe SUV. Alamakjang kalau sudah macet yang namanya mobil itu cuman bisa sabar menunggu kepadatan merayap kembali, namun tentu naik mobil nggak merasakan yang namanya kepanasan atau kehujanan karena ada atapnya. Kalau sumuk pun tinggal nyalakan AC, langsung sembriwing lagi. Sedangkan kalau naik motor ya nggak gitu, kehujanan mesti pakai jas hujan. Kalau harinya panas juga harus pakai pelindung di perjalanan, minimal pakai jaket, sarung tangan dan kaos kaki supaya nggak belang.
Btw, selain sekarang jadi lebih sering pakai sunscreen karena naik motor, saya juga jadi hafal kode-kode plat beberapa kota karena selama perjalanan saya gabut jadi iseng menganalisa plat-plat motor dan mobil yang saya temui di jalan. Hahaha
2. Jadi Hafal Persatuan Truk dan Komunitas Travel area Kalimantan Selatan.
Simple Style, Sultan Team, G.A.S.A.K, adalah beberapa sticker yang lazim saya temukan menempel dengan bangga di mobil-mobil yang melintas saat saya berkendara menuju ke Hulu Sungai Selatan. Tadinya saya kira itu adalah komunitas mobil-mobil sejenis, tetapi sehabis dicermati kok ternyata ya mobilnya itu beda-beda. Persamaannya cuma mobil-mobil dengan sticker besar ini terlihat sebagai mobil pribadi.
Eh, ternyata sticker itu adalah sticker untuk mobil travel yang melintas di area Kalimantan Selatan. Dan pada perjalanan pulang-pergi dari Rantau ke Bandara Syamsuddin Noor awal November tadi saya berkesempatan untuk 'mencicipi' pengalaman naik taksi travel yang direkomendasikan oleh kakak saya.
Salah satu sticker yang ada logonya di internet |
Secara budget memang harga yang dipatok lebih besar, tapi secara mobilitas menggunakan layanan angkutan travel ternyata jauh lebih efektif dan efisien karena banyak alasan, misalnya no ngetem-ngetem club, dijemput ontime bahkan kadang lebih cepat daripada perkiraan, tarif fix di awal, full musik yang bukan ajeb-ajeb (waktu itu lagu All of Me-nya John Legend buk, hampir saja saya ikutan karaoke XD), drivernya sopan, dan di antar jemput benar-benar sampai ke depan rumah kita.
Ini sepertinya akan saya ceritakan detailnya di lain waktu deh ya.
3. 'Berjalan berdampingan' dengan Mobil Truk dan segala angkutan di Pulang-Pergi Bekerja
Kalau berdasarkan jumlah kendaraan maka provinsi tempat tinggal saya Kalimantan Selatan ada di peringkat 15 dari 34 provinsi, alias ya ada di tengah-tengah gitulah. Banyak dan padat banget seperti di Jawa Timur yang ada di peringkat satu nggak, lengang seperti di Kalimantan Utara yang ada di peringkat bontot juga nggak. Tapi... (iya, ada tapinya nih) banyak banget mobil truk pengangkut proyek dan mobil-mobil lainnya yang bodinya tuh gede, tapi karena di Kalimantan ini nggak ada lajur khusus kiri seperti di Pulau Jawa, maka semuanya campur aduk di satu jalan, yakni jalan provinsi. Lajur kanan dan kiri.
Sebenarnya memang ada jalur yang dibuat khusus untuk mobil besar pengangkut namun tidak mengcover sepenuhnya perjalanan para truk-truk besar ini. Untuk saya yang start naik sepeda motor dari Rantau, saya harus berjalan berdampingan dengan segala bentuk angkutan mulai dari Bundaran Mesjid Nurul Falah Dulang sampai dengan Bundaran Ketupat Kandangan sebelum masuk jalur perkotaan.
Kalau melihat aslinya Truck-kun di jalanan, kelen pasti batal niat isekai |
Oh iya, not to mention, angkutan tradisional yang masih eksis sampai hari ini kadang juga masih ada di jalan: Gerobak yang ditarik oleh sapi, motor dan mobil yang kalau malam hari malah pakai lampu jarak jauh yang bikin pengendara yang berlawanan arah berasa sesaat ke alam sebelah karena silaunya astaghfirullahaladzim, truk bermesin diesel yang saya nggak ngerti masalahnya di filter atau solarnya tapi asap hasil pembakaran mesinnya sudah macam roh jahat karena hitam pekat dan baunya nggak enak.
Dengan segala hal itu; Apaqa tydac lelah ibund di jalan??? *mulai esmosi wkwk
***
Tentu saja manusiawi kalau capek ya, naik sepeda motor pula pulang-pergi. Tapi sebelum memutuskan untuk pergi bekerja sejauh ini sudah dapat wejangan dari Mama, kalau suatu saat kita bekerja itu akan jenuh, bosan, bahkan pasti akan mempertanyakan apakah mau putus atau terus (judika: kok kek lagu saya?) karena yang namanya mengulang ritme monoton itu nggak akan pernah enak bagi otak kita.
Beliau berpesan, sebelum berangkat jangan langsung nyelonong, namun melangkahkan kaki kanan kita saat hendak berangkat, baca do'a sebelum keluar rumah, dan niatkan pekerjaan kita untuk menolong orang lain karena kami anak-anaknya semua berkerja di layanan kesehatan masyarakat.
Pesan-pesan beliau terkadang tidak terlaksanakan sepenuhnya karena saya sering terburu-buru berangkat kerja tapi menuliskan ini rasanya seperti memutar kembali video wejangan dari Mama dalam kepala, yang meskipun anaknya ini juga sudah jadi mama tetap sering diulang-ulang. Memang, Mom will always be a mom, neither their kids.
[Baca juga: 2020 : will always be unforgetable year]
Critical Damage kalau sudah beliau ingatkan betapa untuk posisi yang sekarang diizinkan Allah untuk mengisi, dulu semangat belajar karena sadar nggak punya backingan sesiapa kecuali Yang Maha Kuasa. Udah dikasih kepercayaan, disumpah secara agama pula, jangan sampai mengecewakan saat mengemban tugas. Aih, mungkin belum sepenuhnya sempurna ya, tapi minimal banget berusaha memberikan yang terbaik.
Semangat untuk saya dan kamu yang membaca ini. Semangat dan sukses untuk kita semua!
Btw, ini post awalnya mau cerita perjalanan kerja endingnya malah jadi curcol dadakan diakhir yak. Hahaha. Harap maklum, nanti kalau gabut diedit deh.
Have a nice day.
Post a Comment